In the captivating realm of Indonesian indie music, the ethereal sounds of Estuari reverberate as a transcendent fusion of experimental-folk melodies and poignant verses. With meticulous music production, they harness the power of VST plugins to weave intricate layers of sound, delicately balancing the strings’ resonances and the vocals’ echoes. The heart of their compositions lies in the synergy between Indonesian poetry and harmonic instrumentation, where mixing and mastering intertwine like the intricate branches of a musical tapestry. Amidst the poetic narratives that traverse urban landscapes and inner landscapes, Estuari’s music unveils a spiritual journey, beckoning listeners to navigate the chiaroscuro of emotions. This emerging band not only paints sonic landscapes but also cultivates awareness, embodying the essence of Indonesian experimental-folk music, where verses and melodies harmonize in a harmonious rasa, resonating deep within the soul.

Estuari, a debut project of an experimental folk music project hailing from our hometown, Bandung, has gained prominence for its music style inspired by poetry. The band, consisting of three members—Rian Rastian (electric guitar), Annisa Resmana (vocals), and Sukma Binar (electric nylon guitar)—has managed to fuse musical instruments with poetic verses, creating deeply personal and meaningful compositions. One of their recent singles, “Selaras Rasa” (Harmonious Feeling), exemplifies the fusion of guitar instrumentation and poetry. Rian Rastian, a member of the band, explained that they aimed to create a more serene atmosphere and celebrate silence through this work. They were curious to see if the guitar and poetry could harmoniously blend together.

Estuari’s inception stems from the convergence of poems and rhythm. They describe this relationship as resembling train tracks that move in parallel towards their destination. In several of their works, they even incorporate monologues that carry profound meanings. In Estuari’s compositions, the choice of words and musical notation walk side by side, akin to railroad tracks that run in parallel yet in harmony. This imparts strength to their creations, enhancing the meanings embedded in the themes they explore.

As a form of expression, Estuari embeds profound messages within their works. In an unreleased song titled “Berjalan Lebih Jauh” (Walking Further), they depict a journey of seeking healing for concealed wounds. They also express a yearning for the presence of the divine in their compositions. Spiritual messages often form the core of Estuari’s songs. Estuari also paints landscapes and atmospheres through their lyrics. In the song “Negeri Para Tuan” (The Land of Masters), they portray a scene of heavy rain and a calming natural setting, creating a poetic portrayal of an individual’s quest for meaning.

Through their music, Estuari endeavors to convey critical messages about society and life. They hope their works are not only musically enjoyable but also have a positive impact in raising social awareness in Indonesia. With their unique exploration of blending poetry and music, Estuari has successfully crafted pieces that offer listeners a profound experience. With their distinct style and deep messages, Estuari has garnered attention in the world of Indonesian experimental-folk music.

Their music production includes creative elements such as VST plugins to enhance the instrumental sounds, while the mixing and mastering process ensures a polished final product. Within the vibrant landscape of Indonesian indie music, Estuari stands as a remarkable example of experimental-folk music that resonates with both musical and poetic sensibilities.

We had speaking with Ryan, a multifaceted producer and guitarist for Estuari, to gain insights into how Kuassa has significantly enhanced his musical within the Estuari.

Here’s what Ryan say about  about Kuassa on his creative process and productivity:

“When utilizing Kuassa plugins, it’s remarkable how they streamline the intricate process of crafting intricate tones. The readily available presets are like a treasure trove for guitarists and producers seeking to conjure complex sounds effortlessly.

This means that, as a guitarist and producer working in the Estuari, I can devote more of my creative energy to the core of musical composition and inspiration.

Kuassa has truly revolutionized my workflow, making it incredibly efficient and allowing me to concentrate on musical substance.”

Di ranah menawan musik indie Indonesia, suara-suaranya Estuari bergema sebagai perpaduan transenden melodi eksperimental-folk dan bait-bait yang mendalam. Dengan produksi musik yang cermat, mereka memanfaatkan kekuatan plugin VST untuk merajut lapisan-lapisan suara yang rumit, seimbang dengan getaran senar dan gema vokal. Inti dari komposisi mereka terletak pada sinergi antara puisi Indonesia dan instrumen harmonisasi, di mana mixing dan mastering berpadu seperti cabang-cabang rumit dari hiasan musikal. Di tengah narasi-narasi puisi yang menjelajahi lanskap perkotaan dan lanskap batin, musik Estuari mengungkap perjalanan spiritual, memanggil pendengar untuk menjelajahi kontras emosi. Band yang muncul ini tidak hanya melukis lanskap sonik tetapi juga menumbuhkan kesadaran, mewujudkan inti dari musik eksperimental-folk Indonesia, di mana bait dan melodi berpadu dalam selaras rasa, beresonansi dalam batin.

Estuari, sebuah proyek musik eksperimental folk berasal dari Bandung, dengan gaya musik yang terinspirasi oleh puisi. Band ini terdiri dari tiga anggota: Rian Rastian (gitar listrik), Annisa Resmana (vokal), dan Sukma Binar (gitar listrik nylon). Mereka dikenal karena kemampuan mereka dalam menggabungkan instrumen musik dengan sajak-sajak, menciptakan karya-karya yang personal dan sarat dengan makna. Salah satu single terbaru mereka, “Selaras Rasa,” menggambarkan perpaduan antara instrumen gitar dan sajak. Rian Rastian, anggota band ini, menjelaskan bahwa mereka ingin menciptakan suasana yang lebih khusyuk dan merayakan keheningan melalui karya ini. Mereka penasaran apakah gitar dan sajak dapat saling berpadu dengan harmonis.

Estuari lahir dari perjumpaan antara sajak-sajak dan irama. Mereka menggambarkan hubungan ini seperti rel kereta api yang seiring bergerak menuju tujuannya. Dalam beberapa karya mereka, mereka bahkan menyematkan monolog yang mengandung makna mendalam. Dalam karya-karya Estuari, diksi (kata-kata) dan notasi musik berjalan berdampingan, seperti halnya rel kereta yang tidak menyatu namun tetap seiring bergerak. Hal ini memberikan kekuatan pada karya-karya mereka, memperkuat makna yang terkandung dalam tema yang diangkat. Sebagai bentuk ekspresi, Estuari menyematkan pesan-pesan mendalam dalam karya-karya mereka. Dalam salah satu lagu yang belum dirilis berjudul “Berjalan Lebih Jauh,” mereka menggambarkan perjalanan seseorang yang mencari penyembuhan untuk luka-luka yang terpendam.

Mereka juga mengekspresikan kerinduan akan kehadiran Tuhan dalam karya-karya mereka. Pesan spiritual seringkali menjadi inti dari lagu-lagu Estuari. Estuari juga menggambarkan alam dan suasana melalui lirik-liriknya. Dalam lagu “Negeri Para Tuan,” mereka menggambarkan suasana hujan yang deras dan alam yang menenangkan, menciptakan gambaran puitis tentang perjalanan seseorang dalam mencari makna. Melalui lagu-lagu mereka, Estuari berusaha menyampaikan pesan-pesan kritis terhadap masyarakat dan kehidupan. Mereka berharap karya-karya mereka tidak hanya dinikmati secara musikal, tetapi juga memiliki dampak positif dalam meningkatkan kesadaran sosial di Indonesia.

Dengan eksplorasi unik mereka dalam menggabungkan puisi dan musik, Estuari berhasil menciptakan karya-karya yang memberikan pengalaman mendalam kepada pendengarnya. Dengan gaya mereka yang unik dan pesan-pesan mendalam, Estuari telah menjadi sorotan dalam dunia musik eksperimental folk di Indonesia.